Langkah kota kemasa depan seperti mimpi, baik pemerintah penentu kebijakan maupun harapan masyarakat pastinya berharap hal yang sama. Namun jadi persoalan seperti apa gambaran tentang kota masa depan Makassar yang di maksud dan ada dalam benak kita. Apakah mirip dengan apa yang kita saksikan dilayar monitor berukuran 14 inci. Apakah Lambang kemajuan kota diukur dari bangunan fisik, para penyaji iklan.
Dalam kota beragam aspek bisa tumbuh, awalnya adalah kemajemukan. Karena pastinya kekuatan masyarakat ada pada lintas sektoral dan kultur masyarakat beragam dan saling berjibaku. Lintas persepsi tentang kota masa depan pastinya akan digerakkan secara individu beragam pula. Laju pembangunan yang mantap tetap diukur sebagai lambang keteraturan dari sekian keberagaman. Dan melajunya informasi dan pendidikan, lintas komunikasi tak luput masing-masing kabupaten dan propinsi pun mengambil bagian-bagian pembangunan itu.
Dalam sejarah tak ada yang membantah kemajuan itu ada pada cara berpikir manusia, ilmu pengatahuan dan kecanggihan teknologi menyikapi semua masalah-masalah kota. Ini juga turut memberi andil dalam upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat, capaian kebahagiaan dan kemanfaatan kesejahteraan manusia.
Hiruk pikuk pembangunan ke arah sana, tak lepas dari batu sandungan. Kemacetan awal dapat bisa kita temui dan deteksi dimana-mana. Yang tak pernah kita bayangkan sendatan lain bisa muncul dikemudian hari. Prinsipnya ibarat, jika air ia pasti tetap harus mengalir secara normal. Jika tertahan otomatis terjadi luapan air (gejala tak nyaman atas lingkungan muncul). Saat meluap kemana-mana mengirim persolan-persoalan lain. Banyak warga meniggikan lantai rumahnya takut genangan air merendam semua perabot-perabot dan kasur-kasur. Parahnya kondisi hujan akhir-akhir ini memang selalu terjadi Di Indonesia yang dikenal sebagai kawasan tropis rawan curah hujan cukup lumayan. Pekerjaan rumah bertambah, di belakang rumah kita dulunya adalah tanah kosong lapangan kering. Bisa tiba-tiba saat ini becek dan kumuh dikemudian hari, awalnya pemukiman yang kita tempati sangat ramah tiba-tiba esok hari ada bangunan baru dan membuat kita harus toleran atas keberadaanya.
Luapan air berlebihan menurut kita dapat masalah, kekeringan juga tak punya cadangan memadai. Orang-orang kesehatan bisa menyebut penyakit itu tetap mudah tumbuh. Kampanye kesadaran tak cukup, akibat kemacetan bisa jadi juga berefek kemacetan lain. Termasuk bisa mencari solusi apa saja mengambil jalan pintas, kriminalitas, perilaku korup, melanggar aturan. Sebuah tatanan yang semua orang rencanakan, runtuh seketika. Ibarat tak ada saluran air besar yang memadai, atau membaginya untuk menampung semua itu.
Contoh kecil di Jalur Urip Sumihardjo menuju Racing Centre, sejak selesainya pembanguan SPBU disana air setengah lutut menggenang Jl Racing Centre. Sebelum ada bangun SPBU air meluap dijalan Raya Urip Sumihrajo, kita coba kroscek dulu apakah itu pertama. Dulu orang mengenal sumbatan got ada pada sampah sampah, sekaran luapan air air naik sebatas lutut. Jalan Pettarani depan rumah jalur menuju rumah sakit Faisal juga tergenang air di jalan raya.
Yang sebelumnya warga seputaran hanya meniggikan,
Langkah kota masa depan biasanya berdampak temuan temuan terbaru tentang penyakit, terinterkoneksitas.
Jauh sebelumnya Kota Makassar jelasnya bukanlah Jakarta, secara geografis laut pesisir pantai tak ada transportasi darat kereta api menghubungkan antar kabupaten tak ada kecuali yang ada di Jawa. Namun gambaran kekumuhan dan kemacetan pastinya sudah mulai muncul. Dan gaya-gaya penyelesaianyapun juga mulai terlihat gaya yang sama di Ibukota Jakarta. Dengan cara paksa, kerena pemerintah dan aparatnya macet, masyarakat macet. Kenapa temuan kita juga latah. Jika ada yang begitu pastinya solusinya juga begitu. Ilmu pengetahuan dan pengalaman juga mengalami kemacetan. Skenario apa sih yang akan dibangun untuk menyikapi masa depan.
Selama ini tetap berharap bahwa air dengan tenang mengalir jernih, tanpa menimbulkan keresahan banjir dan sekian penyakit lainnya. jikapun ada bisa diminimalisir dari gejala human error. Jauh sebelumnya Jakarta dari sejak beberapa tahun yang lalu kemacetan sudah diresahkan oleh Kak Seto sebagai pelirik lagu anak kecil dengan judul "Si Komo mau lewat".
Penertiban identik dengan penggusuran. Pemindahan lapak-lapak pastinya juga jalan keluar. Akan tetapi kurang enak dipandang mata jika pemindahan itu dilakukan secara paksa. Kita hanya bisa berpangku tangan dan meraba-raba menyebutnya, itulah gejala masyarakat transisi. Atau begitu sulit belajar dari pengalaman Ibu kota Jakarta yang sekarang sudah bertumpuk. Siapa yang mau disalahkan, dan sejak kapan itu terjadi. Dan kenapa harus terjadi.
Sadar atau tak sadar barangkali kita akan menerimanya. Barangkali kita berada posisi terjepit seperti apa yang harus kita lakukan. Kita mungkin lagi menghitung berapa aturan-aturan tiba-tiba kita harus terimah dengan lapang dada. Satu sisi kemudian ada juga ngotot memperjuangkanya dengan alasan haknya. Padahal ada kemungkinan itu bukan hal mereka. Ini bisa muncullah niat watak untuk saling berkelit dengan beragam cara. Bukti-bukti itu harus digelar dilapangan, biar semua mata bisa melihatnya.
Tulisan ini awalnya untuk sebuah pertunjukan reportoar dengan judul “ Macet” berdasarkan informasi Koran kota ini beberapa waktu lalu ada 14 titik rawan banjir di kota Makassar karena kemacetan dan buntunya selokan.
Kumpulkan data
Laporan-laporan Kumpulan-kumpulan penyebab kemacetan. Dan prediksi
Saluran air= memperbesar saluran air, drainase
Pendidikan formal= yang efektif mungkin adalah pendidikan kreatifitas alternatif, termasuk
Kesadaran sampah,
Kesadaran penyakit
Kepenatan
Masyarakat urban
(Namun apapun masalahnya sebenarnya perhtian dengan letak kondisi geografis dan kultural)
Blogger Comment
Facebook Comment